Jakarta, Ibarat sinetron, penderita bipolar memiliki
suasana hati yang mudah berubah dan sulit dipahami. Jika hari ini riang
gembira, tahu-tahu esoknya diliputi duka nestapa. Penderita bipolar
sering merasakan sensasi bahagia, sedih dan galau secara bergantian.
Jika diibaratkan, siklusnya mirip jet coaster.
Gangguan bipolar telah dikenal sejak masa Yunani Kuno. Dulu gangguan ini disebut dengan manik depresif. Prevalensinya cukup tinggi, yaitu sebanyak 1 -2 persen dari populasi. Diperkirakan, sebanyak 9 - 35 persen orang dewasa penderita bipolar pernah didiagnosis hiperaktif (ADHD) semasa kanak-kanak.
Apabila tidak mendapat penanganan yang tepat, angka kematian penderita gangguan bipolar bisa meningkat 2,5 kali lipat dalam setahun. Penyebab kematian tertinggi disebabkan oleh bunuh diri. Sekitar 25 persen penderita gangguan bipolar pernah berupaya bunuh diri minimal sekali seumur hidup.
Gangguan ini bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah gen. Menurut kajian biologi molekuler, setidaknya ada 37 gen yang diketahui bertanggungjawab atas munculnya gangguan bipolar. Selain itu, kekacauan otak juga dapat memicu munculnya gangguan bipolar.
Kekacauan di otak yang terjadi antara lain adalah aktivasi otak abnormal, ketidaknormalan transmisi GABA (gamma-aminobutyric acid) dan glutamat di otak bagian hippocampus. Juga terjadi penurunan metabolisme di otak daerah korteks prefrontal. Tidak berfungsinya amigdala, yaitu komponen kunci sistem limbik di otak yang terlibat saat seseorang merasa cemas, menderita dan takut.
Ada tiga episode yang dialami penderita bipolar, yaitu mania, depresi dan campuran. Saat mengalami episode mania, penderita merasakan sensasi bahagia, optimis berlebihan, bicara cepat, cerewet tak terkendali dan sulit diinterupsi.
Tak hanya itu, episode mania juga ditandai dengan tindakan yang berbahaya tanpa perhitungan matang. Aktivitas psikomotor dan dorongan seksual juga meningkat. Ada loncatan pikiran yang seakan berlomba serta kemampuan kognitif yang cenderung menurun sehingga sulit mengambil keputusan.
Karena penderita bipolar sering bertindak agresif, melukai diri dan orang-orang di sekelilingnya. Sebagian besar penderita yang mengalami episode mania akut kemudian perlu dirawat di RS.
Saat mengalami episode depresi, ada rasa sunyi, hampa dan muncul keinginan bunuh diri. Seringkali penderita jadi tidak rapi penampilannya, kurang peduli kebersihan, berbicara lambat, hampir tak punya inisiatif dan tak lagi berminat pada sesuatu yang tadinya disukai.
Episode depresi seringkali mengakibatkan gangguan tidur seperti insomnia ataupun rasa mengantuk yang berlebihan. Episode sedih ini dialami hampir setiap hari minimal selama 2 minggu sehingga penderita perlu dirujuk ke dokter atau psikiater. Pada episode campuran, penderita hampir setiap hari mengalami episode bahagia dan sedih secara bergantian. Hal ini berlangsung minimal selama 1 minggu.
Sebelum gangguan ini muncul dan bertambah parah, perlu dilakukan deteksi dini. Instrumen pengukuran yang biasa digunakan dokter adalah Mood Disorders Questionnaire (MDQ), Mini International Neuropsychiatric Inventory (MINI), Brief Psychiatric Rating Scale (BPRS).
Ada berbagai pendekatan yang dapat dipakai dokter untuk mengatasi gangguan bipolar, misalnya dengan obat, psikoterapi, psikoedukasi, psikoreligi, terapi yang berfokus pada keluarga, cognitive behavioural therapy (CBT), terapi ritme sosial dan interpersonal. Pendekatan religi yang berbasis tradisi juga bisa dilakukan. Misalnya tradisi melukat di Bali yang terbukti efektif sebagai pelengkap terapi medis.
Obat yang banyak dipilih untuk mengatasi gangguan bipolar adalah lithium. Untuk menghindari efek samping, dokter akan mengkombinasikan lithium dengan obat lain seperti antipsikotik, antidepresan dan anti kejang.
Sayangnya, seringkali penderita gangguan bipolar berhenti minum obat karena merasa sudah sembuh dan nyaman. Hal ini bisa berbahaya sebab akan menyebabkan kekambuhan dan membuat gangguannya bertambah parah. Oleh karena itu, pengawasan oleh dokter dan orang-orang terdekat amat diperlukan.
Dengan penatalaksanaan yang lengkap, berkesinambungan dan komprehensif, maka penderita gangguan bipolar akan dapat nyaman menikmati kehidupannya.
*Penulis adalah dokter online, peneliti hematopsikiatri, konsultan kesehatan detik.com dan netsains.net. Penulis buku 'Cara Cerdas Mengatasi Impotensi', 'Cara Cerdas Mengatasi Nyeri Haid', '45 Penyakit Aneh dan Khusus'.
(pah/ir)
Gangguan bipolar telah dikenal sejak masa Yunani Kuno. Dulu gangguan ini disebut dengan manik depresif. Prevalensinya cukup tinggi, yaitu sebanyak 1 -2 persen dari populasi. Diperkirakan, sebanyak 9 - 35 persen orang dewasa penderita bipolar pernah didiagnosis hiperaktif (ADHD) semasa kanak-kanak.
Apabila tidak mendapat penanganan yang tepat, angka kematian penderita gangguan bipolar bisa meningkat 2,5 kali lipat dalam setahun. Penyebab kematian tertinggi disebabkan oleh bunuh diri. Sekitar 25 persen penderita gangguan bipolar pernah berupaya bunuh diri minimal sekali seumur hidup.
Gangguan ini bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah gen. Menurut kajian biologi molekuler, setidaknya ada 37 gen yang diketahui bertanggungjawab atas munculnya gangguan bipolar. Selain itu, kekacauan otak juga dapat memicu munculnya gangguan bipolar.
Kekacauan di otak yang terjadi antara lain adalah aktivasi otak abnormal, ketidaknormalan transmisi GABA (gamma-aminobutyric acid) dan glutamat di otak bagian hippocampus. Juga terjadi penurunan metabolisme di otak daerah korteks prefrontal. Tidak berfungsinya amigdala, yaitu komponen kunci sistem limbik di otak yang terlibat saat seseorang merasa cemas, menderita dan takut.
Ada tiga episode yang dialami penderita bipolar, yaitu mania, depresi dan campuran. Saat mengalami episode mania, penderita merasakan sensasi bahagia, optimis berlebihan, bicara cepat, cerewet tak terkendali dan sulit diinterupsi.
Tak hanya itu, episode mania juga ditandai dengan tindakan yang berbahaya tanpa perhitungan matang. Aktivitas psikomotor dan dorongan seksual juga meningkat. Ada loncatan pikiran yang seakan berlomba serta kemampuan kognitif yang cenderung menurun sehingga sulit mengambil keputusan.
Karena penderita bipolar sering bertindak agresif, melukai diri dan orang-orang di sekelilingnya. Sebagian besar penderita yang mengalami episode mania akut kemudian perlu dirawat di RS.
Saat mengalami episode depresi, ada rasa sunyi, hampa dan muncul keinginan bunuh diri. Seringkali penderita jadi tidak rapi penampilannya, kurang peduli kebersihan, berbicara lambat, hampir tak punya inisiatif dan tak lagi berminat pada sesuatu yang tadinya disukai.
Episode depresi seringkali mengakibatkan gangguan tidur seperti insomnia ataupun rasa mengantuk yang berlebihan. Episode sedih ini dialami hampir setiap hari minimal selama 2 minggu sehingga penderita perlu dirujuk ke dokter atau psikiater. Pada episode campuran, penderita hampir setiap hari mengalami episode bahagia dan sedih secara bergantian. Hal ini berlangsung minimal selama 1 minggu.
Sebelum gangguan ini muncul dan bertambah parah, perlu dilakukan deteksi dini. Instrumen pengukuran yang biasa digunakan dokter adalah Mood Disorders Questionnaire (MDQ), Mini International Neuropsychiatric Inventory (MINI), Brief Psychiatric Rating Scale (BPRS).
Ada berbagai pendekatan yang dapat dipakai dokter untuk mengatasi gangguan bipolar, misalnya dengan obat, psikoterapi, psikoedukasi, psikoreligi, terapi yang berfokus pada keluarga, cognitive behavioural therapy (CBT), terapi ritme sosial dan interpersonal. Pendekatan religi yang berbasis tradisi juga bisa dilakukan. Misalnya tradisi melukat di Bali yang terbukti efektif sebagai pelengkap terapi medis.
Obat yang banyak dipilih untuk mengatasi gangguan bipolar adalah lithium. Untuk menghindari efek samping, dokter akan mengkombinasikan lithium dengan obat lain seperti antipsikotik, antidepresan dan anti kejang.
Sayangnya, seringkali penderita gangguan bipolar berhenti minum obat karena merasa sudah sembuh dan nyaman. Hal ini bisa berbahaya sebab akan menyebabkan kekambuhan dan membuat gangguannya bertambah parah. Oleh karena itu, pengawasan oleh dokter dan orang-orang terdekat amat diperlukan.
Dengan penatalaksanaan yang lengkap, berkesinambungan dan komprehensif, maka penderita gangguan bipolar akan dapat nyaman menikmati kehidupannya.
*Penulis adalah dokter online, peneliti hematopsikiatri, konsultan kesehatan detik.com dan netsains.net. Penulis buku 'Cara Cerdas Mengatasi Impotensi', 'Cara Cerdas Mengatasi Nyeri Haid', '45 Penyakit Aneh dan Khusus'.
(pah/ir)